Selasa, 26 April 2011

Tiga Biru Segi


Puisi sejak riwayatnya yang paling usang adalah dunia tersingkir, dunia tercibir.
Demikian Damhuri Muhammad dalam pengantar buku Luka Mata, buku sajak Hasan Aspahani.
Puisi pula yang telah menjadi medium terluar ketika kedahsyatan menerpa seseorang.
Demikianlah pula ketika bencana alam di tiga sudut bumi nusantara menuliskan puisinya.
Dan mereka, para penulis yang mengirimkan puisinya, telah menuliskannya kembali menjadi untuk, apa yang disebut Dahari sebagai "menghembuskan gairah epistemologi". Jika kini puisi-puisi ini menjadi buku yang terbaca, itu karena puisi telah menjadi kasih karena bencana tak boleh hanya lara sendiri.

Sebagai antologi, keberagaman menjadi dimensi yang menguatkan buku ini yang didedikasikan sepenuhnya untuk bencana yang tak hanya sampai pada simpati. Tetapi ingin menjadi saksi, bahwa puisi menjadi kasih yang nyata dalam kata dan tindakan.


buku "TigaBiruSegi"
Antologi Puisi Kasih – Tanah,Air, Udara
ISBN 978-602-98386-0-2
harga : Rp 30.000, tebal 116 hal, HVS 70 gr, ukuran 13,5x20 cm.

Insya Allah, seluruh profit penjualan buku TBS disumbangkan bagi korban bencana alam.

kencantren


“Buku ini merekam kisah-kisah unik romantika cinta dari bilik pesantren, dengan segenap liku-likunya yang khas dan menggelitik. Sangat menarik untuk dibaca!”
~Badiatul Muchlisin Asti
Penulis buku best seller Saat Kuncup Cinta Mekar di Hati

“Buku ini sangat bermanfaat untuk bahan pertimbangan bagi mereka yang akan membangun mahligai rumahtangga yang indah dan sakinah. Juga bagi mereka yang sedang mencari calon pasangan yang sholih(ah) dan terhormat serta terjaga ”
KH. Drs. Dzikron Abdullah
Dosen,Kyai, Ketua Thoriqoh Mu’tabaroh Jawa Tengah


“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, karena kedudukannya/ keturunannya, karena kecantikannya dan keranan agamanya. Maka, pilihlah yang baik agamanya niscaya engkau beruntung.” (HR. Bukhori). Dan orang ketiga dibutuhkan agar jangan sampai salah dalam memilih calon pasangan. Kisah-kisah nyata yang diceritakan kembali ini semoga menjadi inspirasi bagi mereka yang mendambakan pasangan sholih
KH. Drs. Ahmad Baidlowi
Kyai ,Pengasuh Pesantren, Dai.

“Buku tersebut ringan dengan bahasa yang renyah tapi berbobot dan yang terpenting isinya menggambarkan keadaan pesantren – pesantren di Jawa,menggelitik tapi tetap menghormati pesantren.”
Ust. Ahmad Rifai .
Pendidik, Dai, Kepala Sekolah SMA di Jakarta.

“ Kisah-kisah nyata yang diceritakan kembali ini semoga menjadi inspirasi dan pencerahan bagi mereka yang mendambakan pasangan sholih/sholihah. Dan membuka pandangan banyak orang mengenai cara – cara yang dianggap kuno namun pada kenyataannya mengandung hikmah yang dalam”

KENCANTREN
Pondok Comblang
ISBN : 978-602-98187-0-3
20cm
86 halaman

Mayasmara


SINOPSIS

Masyasmara, membuktikan bahwa realita hari ini adalah realita media, dan itu jagat maya yang eksistensinya tanpa batas primodial serta menerabas dimensi ruang dan waktu. Batas menjadi nisbi, persepsi menjadi imaji-realiti. Sementara rasa akankah mendapat ruang eksistensinya juga? Padahal rasa itu selama ini telah mendapat posisi yang begitu nyaman dan berkembang sebagai esensi terdalam seseorang.



Adalah Mayana Astari, putri sulung dari tiga bersaudara yang perempuan semua, dari keluarga yang merasa posisi sosialnya sebagai keluarga terhormat. Mayana gadis penurut yang tumbuh dalam kepatuhan kultur Timur yang telah dididik dan bergaul dalam kancah global. Maka Timur dan Barat, Utara dan Selatan menjadi samar eksistensi dan perannya. Sebagai penerus keluarga, entah dia sadar atau tidak, telah menjadi begitu patuh pada hampir semua ketentuan keluarga, sebagai institusi yang agung dan luhur, maka inginnya dipuja-puja sepanjang masa oleh setiap generasinya. Ketetapan keluarga telah menjadi sabda yang tak boleh disanggah. Ketika menjadi dewasa, Mayana pun ditentukan jodohnya oleh keluarga. Tak ada energi berontak sedikitpun. Seolah semua memang begitu adanya. Pematakudaan seluruh pandangan dan aspirasinya, selama ini telah terjadi di keluarga itu berabad silam. Demikian cerita para tetua keluarga, telah diinsulinkan ke dalam benak bawah sadar Mayana.



Ketika menghitung hari menuju pernikahannya, Mayana tersangkut pada pergaulan media sosialita dunia maya, yang sekian bulan ini menjadi bagian kehidupan pribadi dan sosialnya. Subyek yang selama ini berkonektiifitas itu telah memercikan sesuatu yang membuatnya terperangah. Keterperangah itu telah menyengat seluruh eksistensi kemanusia, dan memberi wacana baru yang membuat dirinya gelojotan. Kekaguman? Bukan hnya itu, walau telah merebakan begitu banyak kebaruan yang semestinya sudah tak boleh dibatahkan. Kebaruan itu menjadi hidup dan menghidupkan sebuah daya, daya yang sungguh eksplosif, mungkin bagai keperkasaan Krakatau pada jaman purba dulu. Terpana? Bukan juga, walau dalam dirinya begitu banyak energi yang bersinergi tentang pandangan masa depan peran-peran subyek dan sosial yang nyaris tanpa batas horizon.



Mayana lemas, bukan lemah. Malah perkasa.



Dalam keterperangahn itu pun, rasa dalam diri Mayana tiba-tiba membenih berkecambah. Setiap yang hidup adalah dihidupkan oleh yang Mahahidup. Apakah rasa itu juga? Mayana tak peduli, ini sikap yang mulai mewarnainya. Padahal sejak kecil dia diajarkan untuk selalu menghitamputihkannya, maka mengambil peduli adalah sikap yang membatukannya. Mayana telah melakukan pergeseran. Keyakinan pada eksistensi peran dirinya yang jauh lebih luas dari sekadar batas keluarga meleleh



Mayana mendefinisikan kembali yang selama ini telah menjadi titah wasiat, Dilakukannya bukan untuk peruntuhan, tetapi dialektika reinterpretasi sebagai keagungan manusia yang dianugerahkan budi dan daya yang difasilitasi teknologi. Pergeseran demi pergeseran merubah derajat persinggungan. Dan telah dianggap sebagai pemberontakan. Ketertekanan itu kita membakar energi terbarukan dalam diri Mayana. Dia meledak, tiga hari menjelang pernikahannya dia menyatakan batal.



Mayana menyata, bukan melawan. Malah menawan.



Siapakah subyek yang berkonektifitas dengan Mayana, yang telah membuat dirinya bergeser dan terus bergeser? Mantra seperti apakah yang telah disampaikannya, sehingga rasa yang terdalam itu telah berhasil di keluarkan dan memberi kebaruan yang aktual dalam keberdayagunaan dengan daya elastisitas yang begitu melenting? Mayana begitu mencair, seperti air yang mengisi setiap pori dan lerung terdalam. Walau dia tetap punya permukaan yang akan selalu datar di segala media dan kondisi.



Berhasilkah Mayana merealiasikan subyek dunia mayanya? Apakah realita maya juga adalah realita rasa di dalam diri seseorang? Atau realita maya memang dimensi sendiri yang bukan realita rasa?

MAYASMARA
ISBN 978-602-98187-1-0
Rp 35rb (jawa) R...p 40rb (luar jawa)
telah hadir di agen/toko buku terdekat &togamas tertentu.
bisa dibeli online. Silakan tulis nama/alamat/jumlah/judul buku yang dipesan ke inbox fb hasfapublisher atau sms 081228310203/081914032201