Selasa, 15 September 2015

The Dream In Taipei City

The Dream In Taipei City

Selain kita jadi tahu gambaran Taiwan dan universitasnya itu seperti apa, kita juga tahu musim dan bagaimana mengatasinya, serta kebiasaan mahasiswa serta dosennya. Pergaulan serta persahabatan antar mahasiswa asal Indonesia juga ditampilkan dengan manisnya sehingga menarik hati kita untuk studi juga di sana. eaaaaaa...mau bangeeetss *tengak tengok siapa tahu ada beasiswa*

Roman cinta segiempat antara ela, pemuda korea, dosen muda dan miss wang ini terasa manis, hangat dan juga mengubah kepenasaran.

Kita jadi tahu kalau perasaan itu bisa menipu (mengira cinta ternyata bukan)
Perasaan juga bisa berubah.

Ela yang ceroboh, selfish/egois dan tadinya belum mandiri pelan-pelan berubah melalui perjalanan novel ini.

Di halaman-halaman belakang kita kemudian mulai dibukakan rahasia dan latar belakangnya, kenapa pemuda korea itu mengasihi ela, kenapa ayah ela mengadakan perjanjjan dengan.ibunya ela, kenapa mereka bercerai, bagaimana miss wang yang sebenarnya dst.

Sampai halaman mau akhir, kita sempat dibuat kethar kethir sebab miss wang yang pernah ditaksir pemuda korea itu tetiba menubruk memeluknya, tapi kita cukup tahu dan bisa menebak sih siapa yang lebih dipilih pemuda korea itu.

Persahabatan ela dan pemuda korea yang menjadi hubungan kasih menjadi makin erat karena mereka sinergi membuka resto di taiwan.

Manis dan menjanjikan sekali ya, impian yang akhirnya terwujud berkat perjuangan serta cinta sejati yang tersaji ini bisa jadi cermin :D

Senin, 14 September 2015

Cinta yang membawamu kembali

Cinta yang membawaku pulang

Setelah indiva mengajak kita jalan-jalan ke taiwan, kali ini kita diajak berziarah haromain. Di makkah madinah yang entah bagaimana selalu menerbitkan rindu. 

Di setiap halamannnya, saya jadi terbayang kembali tempat-tempat itu dan hiks ingin kembali lagi ke sana. Aamiin ya Rabb.

Kisah perjalanan haji yang menarik karena dikelitkelindankan dengan usaha shabana yang mencari ayahnya. Mereka terpisah sejak 20 tahun lalu sebab  afganistan mengalami agresi dan kekisruhan.

Apakah mereka akan bertemu, yuk dibaca :)

Senin, 26 Januari 2015

Bersepeda Dan Berjamaah Ke Masjid

ibadah bareng si kecil
bersepeda dan berjamaah ke masjid
by dian nafi

susahnya mengajak anak-anak untuk sholat lima waktu. Ada saja alasannya. Yang capek lah, nanggung lah sedang ada acara TV yang bagus, nanti lah daaan beerbagai macam alasan lainnya. Sudah berbagai  macam cara kucoba. Dari yang halus dan lembut macam bujukan, sampai yang keras seperti bentakan, ancaman dan kadang kemarahan. Astaghfirullah.

Lalu, tiba-tiba kami  seperti menemukan jalan keluarnya. Ketika pada akhirnya tengah tahun kami resmi pindah ke rumah baru setelah sejak beberapa bulan lalu maju mundur waktu pindahannya karena ada Ramadhan-an, ada lebaran, ada sepupu manten-an dan sebagainya. Rumah baru ini kebetulan sekali dekat dengan masjid. Sekitar 200 meter-an. Tempat tinggal kami yang terdahulu  sebenarnya juga dekat dengan masjid, tapi kami toh  jarang pergi sholat berjamaah ke sana. Karena ya itu tadi, banyak alasannya.

Dus, aku sengaja membelikan dua sepeda baru untuk kedua anakku yang usianya cuma selisih satu setengah tahun ini. Mereka memang sudah mengidam-idamkan sepeda ini sejak lama. Tapi ini waktu yang tepat, kurasa.

Aku bilang pada mereka, "sepeda ini Umi belikan untuk mas Asan dan dik  Atim pakai buat pergi berjamaah ke masjid ya."
"Oh, masjid Al Huda itu ya, Mi?" tanya anakku yang paling kecil, Atim. Dia masih 1,5 tahun waktu ayahnya meninggal dunia, dan tak terasa sekarang sudah 8 tahun usianya.
"Asyik...berarti aku kalau pergi Jumatan ke Al Huda tidak perlu diantar Umi lagi, tapi bisa naik sepeda sendiri,"  cetus Asan. Wajahnya terus tersenyum, bungah.
"Tidak JUmatan saja, setiap waktu sholat kalau memungkinkan kita jamaah di Masjid," sahutku.
"Kalau pas di sekolah, Mi?" Atim menyahut.
"Ya jamaah dengan teman-teman di masjid dekat sekolah kan," jelasku.
"Berarti Subuh,  Maghrib dan Isya' sepedaan ke masjid Al Huda..Yeaayyy..." seru Asan.
"Asyiiiiik...." Atim turut girang dan jejingkrakan. Aku pun tersenyum melihat antusiasme mereka.
"Wah! Tapi Umi gimana dong? Kalau kami sepedaan ke masjid, mosok Umi jalan kaki?" cetus Asan tiba-tiba.
"Hmmm...nggak apa-apa. Kalau pas Umi capek, Umi bisa naik motor ke masjidnya," usulku.
Mereka pun tersenyum lagi.
**
Jadilah hari berikutnya, saat subuh-subuh dan jalanan masih belum terang, kami beriringan pergi ke masjid. Mereka dengan semangat mengayuh sepedanya, dan aku mengikuti dari belakang dengan bermotor. Indahnya melihat pemandangan ini. Sholat tidak saja tidak harus pakai dioyak-oyak alias diperintah-perintah tapi kesadaran sendiri, berjamaah lagi. Kami merasakan kesejukan pagi itu luar dalam, sejuk udara dan hawanya, sejuk pendengaran menikmati lantunan ayat suci imam masjid dan seruan amin para makmum, juga sejuk di hati.
Pengalaman sholat berjamaah yang menyenangkan itu berlanjut saat maghrib. Kali ini mereka makin antusias. Karena diam-diam saat mereka pergi ke sekolah, siang hari itu aku membeli satu lagi sepeda baru untuk diriku sendiri. 
"Asyiiiik.....Umi juga sepedaan dengan kita," seru Asan dan Atim bersahutan,"tambah seru deh."
Kami pun berusaha selalu bergegas mengambil wudlu jika terdengar suara adzan. Dan bergegas mengayuh sepeda ke masjid. Keseruan dan keasyikan bersama kami ini rupanya menarik perhatian para tetangga. Mereka mulai satu persatu mengikuti kebiasaan kami, bersama keluarga bersepeda ke masjid untuk sholat berjamaah. Alhamdulillah.