Sabtu, 24 Agustus 2013

Resensi GARIS MERAH DI RIJSWIK

RESENSI GARIS MERAH DI RIJSWIK
MENULIS JEJAK
Oleh Dian Nafi
salah satu novel unggulan dalam lomba penulisan novel Republika ini menjadi incaran saya sejak pertama kali mendengar pengumumannya. Sayangnya, saya tidak  langsung bisa menuntaskannya seperti ketika saya dengan sangat bernafsu mengkhatamkan manjali dan cakrabirawa, supernova ataupun endensor. Mungkin karena agak bosan ketika sampai di bagian sejarahnya.
Yang saya suka dari GMDR adalah ada banyaknya pesan moral, tuntunan syariah dan akhlaq yang disampaikan melalui cerita dan  cara sangat halus dan tidak menggurui. tentang bagaimana berhubungan dengan non muhrim,  bagaimana  berakhlaq dalam rumah tangga, menceraikan dengan baik dan lainnya . Ada juga selipan  yang mengkisahkan tentang guru dan habaib  dengan segala karomahnya  sebagai teladan. Juga bukti bahwa bagi yang dicintaiNya, tak ada yang tidak mungkin. Mereka bahkan bisa berjalan di atas air ketika hendak mengejar tugas sebagai pemimpin umat dan seterusnya.
Sayangnya , adegan pertempuran yang saya bayangkan akan hadir di novel ini tak juga muncul sampai dua ratus lebih halaman saya baca. Bagian paling menyenangkan tentu saja bagian Dino, pak Uban dan ceritanya di masa dia mengkisahkan tentang masa perjuangan tersebut. Karena bagian kisah ,masa perjuangan itu sendiri membosankan. Seperti membaca buku sejarah.Ada juga sebagian menarik perhatian seperti saat adegan Soekarno beradu pandamg dengan puteri Hasan, seorang tokoh Bencolen di mana Soekarno tinggal selama pembuangan. Dan sebenarnya adegan adegan para anggota pergerakan ini digambarkan filmis lho. Kita bisa membayangkan setting, detail adegan dan suasananya. Juga mood suasana yang ada di sana. Ini yang jadi kelebihan novel ini .tapi ya itu tadi, ada bagian bagian sejarah yang diceritakan kurang memikat sehingga membosankan.

Jempol lain yang musti kita hadirkan  untuk novel ini adalah penguasaan dan kekayaan kata yang dimiliki pengarangnya. Sehingga banyak sekali kita temukan   kata kata baru. Menambah perbendaharaan kosa kata.menginspirasi kita untuk melakukan hal serupa. Bahwa bahasa indonesia sedemikian kaya, sehingga kita bisa bertutur dengan berbagai macam cara. Saya membubuhkan stabilo di atas kata kata yang baru saya kenal itu . Karena buku ini mungkin akan saya koleksi dan baca lagi suatu saat nanti. Dengan harapan saya bisa memperoleh sesuatu yang lebih lagi jika chip di dalam kepala saya sudah semakin upgrade.
Covernya klasik sesuai judul dan juga gaya tutur novel ini menjadikannya satu paket yang relevan. ciamik.
kabarnya novel ini adalah bagian pertama dari triloginya. Saya berharap  di dua berikutnya, bagian bagian membosankan tak akan ada lagi karena dikemas dengan gaya bercerita yang lebih memikat .
Selamat buat sahabatku Li Loh dan Republika atas terbitnya novel ini. Kalian telah mempersembahkan jejak yang pasti bermanfaat untuk anak bangsa.mabruk mabruk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar